info: Sebentar lagi akan terbit Majalah Sandi edisi XXXV. Info: Dalam Rangka 50 Tahun Emas Pendidikan Tinggi Agraria dimohon kehadiran dan partisipasinya pada : 1. Tgl. 31-10-2013 di Kampus STPN, Acara Seminar Nasional Dan Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia, dilanjut... 2. Tgl. 01-11-2013 di Kampus STPN, Acara REUNI AKBAR Lintas Alumni Pendidikan Tinggi Agraria... 27-09-2013 08.30 WIB Telah terjadi Kecelakaan pada rombongan kontingen STPN yang akan berlomba pada olimpiade Perguruan Tinggi Kedinasan di bandung, tidak ada korban jiwa, beberapa ada yang masuk RS. Mohon doa untuk kesembuhan yang masuk RS.

27.2.12

ARAH BELAJAR

Definisi belajar menurut W.S.Winkel adalah suatu aktifitas mental/ psikis yang berlangsung dengan interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan- perubahan dalam pengetahuan –pemahaman, keterampilan dan nilai –sikap.” [1]

Perubahan tentang pemahaman –kognitif, ketrampilan –psikomotorik dan nilai –sikap terjadi karena aktifitas mental/ psikis, bukan hanya aktifitas fisik. Jadi, adakalanya sesorang nampak seperti belajar namun sebenarnya bukan belajar. Sebagai contoh seorang siswa yang mencatat pelajaran sejarah di kelas, belum tentu dia sedang belajar ilmu sejarah saat itu. Hal itu terjadi karena siswa hanya melakukan aktifitas mencatat, menulis apa yang dia baca di papan tulis tanpa proses pemikiran ataupun penganalisaan. Lalu apakah kegiatan tersebut sia- sia? Tentu tidak, sebab tidak bisa diabaikan proses belajar yang lain. Tidaklah mungkin manusia normal beraktifitas tanpa keterlibatan faktor psikis, tanpa perasaan ataupun kesadaran. Bentuk belajar yang lain itu bisa berupa belajar rajin, sabar, tekun dan rapi memindahkan catatan dari papan tulis ke buku pribadi. 

Menjadi tugas yang tidak mudah dilaksanakan untuk setiap pendidik –guru- melibatkan faktor mental/ psikis tiap anak didiknya dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Setidaknya ada beberapa point yang harus dipenuhi; yaitu mengetahui motivasi tiap muridnya, memahami tujuan pembelajaran dan membangun motivasi yang diharapkan. Pemahaman tujuan pembelajaran menjadikan motivasi dan arah seorang guru untuk mengajar. Sedangkan kemampuan guru
mengerti motivasi, minat dan keinginan anak dalam proses belajar menjadi modal untuk penentuan sikap guru dan metode pembelajaran. Dan yang tidak kalah pentingnya ketangguhan seorang guru membangun motivasi siswa menjadi sesuai dengan kondisi yang diperlukan agar pembelajaran optimal. 

Membangun motivasi belajar siswa merupakan seni, yang artinya dimungkinkan terdapat perbedaan teknik tiap guru dan bisa juga perbedaan cara mengajar pada seorang guru untuk waktu, tempat, peserta didik dan materi yang berbeda. Meskipun dianggap sebuah seni, pembangunan motivasi belajar tidak dapat sepenuhnya meninggalkan kaidah pokok. Apa yang akan dipelajari –apa yang diketahui dan tidak diketahui? Untuk apa dipelajari –apa untungnya bagi siswa? Bagaimana cara mempelajarinya? Dapatkah dipelajari –seberapa sulit? Bagaimana memanfaatkan apa yang telah dipelajari. 

Tujuan akhir dari pembelajaran secara umum adalah untuk mengambil manfaat. Hasil akhir dari proses belajar bukanlah ilmu melainkan ilmu yang bermanfaat. Ilmu hanyalah energi potensial, yang akan bermanfaat saat digunakan. Perbedaan itulah yang menjadi tolak ukur keberhasilan kegiatan belajar mengajar. 

Sayangnya, manfaat dari sebuah ilmu tidak serta merta terlihat. Adakalanya ilmu hanya menjadi simpanan –diam- yang suatu saat baru digunakan. Ada juga suatu ilmu hanya berguna untuk mendapatkan –mempelajari- ilmu yang lain. Oleh karena itu, ilmu digolongkan energi potensial, keberadaan energi karena letak/ posisinya. 

Kenyataan juga membuktikan bahwa banyaknya ilmu yang dimiliki seseorang tidaklah menjamin kesuksesan dan kesejahteraan orang tersebut. Yang menjadikan seseorang sukses adalah memanfaatkan ilmu yang dia miliki. Sehingga seorang yang sedikit ilmu tetapi dimanfaatkan optimal bisa mengalahkan orang lain yang memiliki segudang ilmu yang dipeti-kemaskan. Sebagai contoh : hanya dengan memahami sistem pengelolaan sampah yang baik seseorang dapat menghasilkan omset milyaran Rupiah per-bulan dengan mempekerjakan ribuan orang. Padahal ilmu itu dia peroleh secara autodidak, tetapi betul- betul dia amalkan. Berbeda dengan seorang sarjana, katakanlah Sarjana Ekonomi, Sarjana Teknik, Sarjana Menejemen atau lainnya yang tidak mampu menjual atau memanfaatkan ilmunya. Dia menjadi pengangguran, atau pekerja rendahan –staf perusahaan/ pegawai pemerintah bergaji rendah-, bahkan mungkin karyawan orang pertama. 

Dunia kerja saat ini membutukan spesialisasi. Semakin spesial seseorang, keahliannya maupun pekerjaannya –dalam arti tidak banyak yang bisa- maka semakin besar padanan yang diperolehnya. Misalnya seorang dokter, berbeda dengan dokter bedah berbeda lagi dengan dokter bedah syaraf dan seterusnya. 

Dari beberapa ulasan di atas menunjukkan adanya beberapa –mungkin banyak- ilmu yang dipelajari di sekolah umum tidak dapat dimanfaatkan langsung maupun di kemudian hari. Seperti halnya nama- nama raja, tanggal perang Diponegoro, tanggal perang Palagan Ambarawa, Serangan 5 di Semarang, Bandung Lautan Api, Palagan Ambarawa tidaklah penting bagi seorang dokter, kecuali untuk membantu anaknya mengerjakan PR. [2] Kenyataan atau hanya anggapan hal itu mempengaruhi seorang siswa menerima pelajaran di sekolah. 

Kembali pada pembahasan motivasi belajar. Motivasi belajar berupa kesediaan dan kesadaran mental/ psikis dalam belajar sangat menentukan hasil pembelajaran. Dr Edward Teller salah satu seorang ahli ilmu Fisika terkemuka, berkata, ”anak tidak memerlukan otak yang dapat berfikir cepat agar menjadi ilmuwan, ia juga tidak memerlukan ingatan yang menajubkan dan juga tidakl perlu bahwa ia harus mendapatkan nilai yang sangat tinggi di sekolah.Satu- satunya hal yang penting adalah si anak mempunyai tingkat minat yang tinggi akan ilmu pengetahuan.” [3] 

Motivasi belajar yang banyak dimiliki seorang siswa adalah mendapat nilai yang baik, naik kelas dan lulus. Motivasi ini sering menjadikan siswa takut akan nilai jelek, nunggak kelas bahkan tidak lulus. Semakin penting nilai -tes bagi siswa, semakin siswa mengandalkan hasilnya, semakin siswa akan merasa takut. Kemudian siswa akan kesulitan untuk berkonsentrasi. Jawaban yang telah siswa persiapkan malam sebelumnya, serasa hilang dari ingatan siswa.[4] Oleh karenya motivasi ini tidaklah tepat. Selain itu motivasi mendapatkan nilai akan membatasi siswa dalam meng-explorer apa yang ia pelajari dengan dalih tidak akan keluar di soal ujian. 

Kegiatan belajar mengajar di sekolah umum tidaklah semata diukur dari nilai ujian siswa dan kelulusannya hingga mampu melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Seharusnya kegiatan belajar di sekolah benar- benar memberikan dasar sebagai modal di kehidupan yang lebih baik. 
”Tidak ada yang lebih pratikal daripada dasar teori yang baik” [5] Menurut Einstein ”lebih penting menggunakan otak kita untuk berfikir daripada menggunakannya sebagai gudang fakta.” Henry Ford tidak pernah tertarik memenuhi pikirannya dengan informasi. Menurutnya kemampuan untuk mengetahui cara mendapatkan informasi lebih penting daripada menggunakan pikiran sebagaii garasi untuk fakta. Berfikir dapat menyelesaikan masalah dalam aplikasi praktis. [6] Kegiatan belajar di sekolah semestinya membentuk cara dan budaya pikir serta membangun semangat dan tujuan hidup. 

Heri Setiaji 
Jogja, 24-04-2009 

1 W.S.Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Insist Press, PT Gramedia Widia Sarana Indonesia, 1996), h. 53. 
2 Bambang Indriyanto,2009.Untuk Kelas XI IPA SMAN 1 Batang, (http://ist0ria.blogspot.com), diakses 24 April 2009). 
3 David J.Schwatz, Berfikir dan Berjiwa Besar, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1996), h. 38. 
4 Robert Maurer, Ph.D., Satu Langkah Sederhana Dapat Mengubah Hidup Anda, (Batam: Interaksara, 2006), h. 39 
5 Prof., Kuliah Umum GPS. 16 April 2009 
6 David J.Schwatz, Berfikir dan Berjiwa Besar, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1996), h. 44-45 

[Sumber: http://www.facebook.com/note.php?note_id=99875825305]

0 Komentar:

Post a Comment